(ditulis
26November2013)
“Mau dikatakan apalagi,
kita tak akan pernah satu, engkau disana aku disini, meski hatiku memilihmu”
Raisa - Mantan Terindah
Itulah sepotong
lirik yang dapat menggambarkan apa yang aku rasakan, dan aku pikirkan saat ini.
Mantan. Seseorang yang pernah menyentuh dasar hatiku, seseorang yang
pernah mewarnai kelabu kehidupan ku yang menyedihkan. Maka ijinkan aku
menceritakan tentangmu, dan kita.
Hari itu adalah hari pertama kali aku melihatmu, bersama teman
perempuan mu, kamu mendatangi aku dikelas. Itulah pertama kali ku aku
berkenalan langsung dengan seorang lelaki. Kamu duduk dibangku belakang
kelasku, jantungku mulai berdetak kencang dan berpacu seperti sedang dalam
pacuan kuda. Aku mulai membenci jantungku ini yang sangat benar-benar berdetak
keras. Apalagi, jemari ku yang basah oleh keringat seperti air yang terus
terjun dari tanganku. Bahkan jika ada kaca disitu, pasti aku bisa melihat pipi
ku merah merona seperti tomat yang sedang matang. Aku benar malu saat
berbincang denganmu, jangankan menatap mata mu, mungkin focus pada apa yang
kita bicarakan pun aku tidak. Menanyakan sesuatu yang sepertinya tak penting.
Aku terlalu takut tingkah ku salah. Memakai seragam batik biru di hari sabtu
itulah hari pertama kamu mendatangiku. Aku masih ingat.
Detik berlalu berjutaan, menit berlalu
beribuan, dan jam berlalu ratusan. Semua terjadi, 17 Agustus adalah hari
indahku, bersama kemerdekaan Indonesia, akupun telah merdeka karna cinta, karna
dirimu. Dengan memberi sekuntum mawar merah cantik, cintaku telah termiliki
olehmu. Hitam dan putih? Sudah hilang, kini lah saat nya pelangilah akan
mewarnai kisah cinta ini. Mungkin lah hari itu hari yang tak pernah terlupakan,
lagi-lagi ini adalah hari sabtu. Aku menyukai sabtu. Aku masih ingat.
Disinilah perjalanan dimulai…
Inilah dunia ku yang baru, cinta yang
baru, kehidupan kebahagiaan yang baru. Dia telah membuat segalanya menjadi
lebih baik, menjadikan semua yang aku lakukan adalah menyenangkan sekali.
Bagaikan menembus dimensi yang sulit dilalui. Itulah gila nya cinta. Hati yang
sempat remuk, semua telah kembali utuh. Kaulah yang mengembalikan semua kisah
cinta yang menyakitkan dan menghabis kan air mata.
Inilah, aku percayakan cinta padamu.
Percayakan juga kasih sayang padamu. Semua perasaan telah ku pasrah kan padamu.
Tapi, mungkin ini adalah sesuatu yang menyakitkan. Entah kenapa disaat-saat aku
mulai percayakan segalanya padamu, semua berubah kelabu dan menyedihkan.
Lagi-lagi, karna cinta. Kabar itu
membuat segalanya hancur. Mendengarkan kan cerita dari teman, kamu mulai mendua
dibelakang ku. Kamu mulai mengkhinati semua ikrar. Aku membenci Rabu, hari
itulah terasa menyakitkan sekali. Pulang sekolah kamu mendatangi kelas, tanpa
aku berpikir jauh aku menyudahilah hubungan ini. Kesempatan pun sepertinya
tidak ada untukmu di Rabu itu. Itulah terakhir nya aku menatap mata mu. aku
ingat rasa nya dihari itu seperti apa. Layaknya gelas yang pecah dan
berkeping-keping berserakan dimana-mana. Pelangi yang warna-warni lenyap lah
dirabu itu. Rasanya seperti ditampar, menyakitkan dan perih. Aku pun pura-pura
tegar didepan semua orang disekitarku, aku malu jika aku harus menunujukan
kesedihnaku dihadapan orang lain.
Setelah semua larut dalam kesedihan
yang mendalam, kamu hadir lagi, kamu mulai medekati ku sedia kala seperti saat
berkenalan. Dengan penuh pertimbangan dan dilema dengan hebatnya. Akhirnya kita
kembali. Ya, kita. Kita kembali, setelah melalui cek cok dan segalanya. Aku
kembali. Kamu kembali. Aku sebenarnya masih takut tersakiti. Tapi mau bagaimana
lagi? Akupun masih punya ribuan partikel cinta
untukmu.
Sudah tau, aku tesakiti olehnya, sudah
tau aku dikecewakan olehnya, kenapa aku mau menerima nya untuk kembali lagi?
Itulah pertanyaan yang membuat ku juga bingung menjawabnya, aku pusing dengan
mencari jawaban itu. Sadarkah? Bahwa
cinta adalah kanvas bagi seorang pelukis, panggung bagi seorang penari., benang
bagi seorang penjahit, dan ladang bagi seorang petani. Maka penuhilah kanvas
dengan goresan-goresan kuas hingga mewujud sebuah lukisan indah dan jangan
sampai ada ruang kosong yang tersisa.kuasailah panggungmu lewat tubumu hingga
penontong berdecak akan kagum dengan tarianmu. Tenunlah benang perbedaan hingga
tercipta sebuah pakaian yang bisa melindungi cinta dari teriknya matahari. Dan,
peliharalah ladangmu melalui dialog-dialog sehat sebab cinta perlu ditanam, dan
dirawat agar tumbuh.
Inilah yang kusebut cinta. Aku tidak
bisa memungkiri kehadirannya. Layaknya aku, aku memilih kembali padamu agar aku
bisa menjalani hari indahku lagi, menjalin kisah kasih disekolah yang penuh
dengan cerita cinta. Menumbuhkan canda tawa yang tak henti-hentinya menghibur
hatiku.
Lagi…
Ini terjadi, entah apa yang terjadi,
aku tidak mengerti, apa yang salah padaku aku tidak mengerti. 10 November, aku
masih sangat ingat. Ini lebih menyakitkan. Tanpa kejelasan yang sangat tidak
jelas, tanpa sepakatan hati, kali ini kamu lah yang menyudahi hubungan ini.
Setelah segalanya indah, kini kamu ingkari ikrar lagi, aku bisa apa lagi
untukmu? Aku mencoba mempertahankan, tapi spertinya semua tak berarti. Apakah
aku ini membosankan? Jika iya pasti ada yang lain? Ada hati lain yang mengisi
mu? Remuklah hatiku. Benar pecah gelas ini. Tapi, bukanlah serpihan lagi, tapi
entah mungkin tak berwujud lagi, mungkin sudah terbang entah kemana.
Hatiku kacau, aku tidak bisa apa-apa
lagi selain merasakan sakit ini. Dengan begitu melihatmu bersama perempuan
lain. Kurang sabar apalagi aku? Boleh aku bertanya? “Seperti inikah cinta
memperlakukan aku?”. Air mata telah terkuras banyak, ini benar menyakiti ku.
Melihat mawar yang sempat kau berikan padaku lalu, membuat aku membanjiri
mataku sendiri. Rapuh cintaku, hancurlah, patah, pedih, dan pahit. Ini akhir
yang menyakitkan. Selain bahagia, apakah hadirmu juga untuk mengukir luka untuk
ku? Tapi kenapa lebih banyak luka daripada bahagia untukku? Kenapa pula kamu
datang hanya untuk mencoba memecahkan gelasku? Siapa yang salah? Siapa yang
salah? Tidak ada yang menjawab.
Kau tahu, kini pagiku tak sama. Tak
ada lagi senyum teduh, tak ada lagi canda tawa yang bisa kita bingkai, dan tak
ada lagi dialog yang bisa kita tulis pada lembaran buku diary ku. Aku pun telah
memahami bahwa alur kehidupan berputar dan kamu harus pergi dan berganti
bersama pagi dengan perempuan lain, bukan aku. Dan takdir? Ia hanya menjalan
kan perintah Tuhan.
Mimpi telah menjatuhkan ku. Ya, benar
aku telah menyalahkan takdir yang telah membuat kamu meninggalkan aku tersudut
dalam ruangan gelap yang sesak dengan airmata. Aku bertanya “Kenapa takdir tak
sepakat dengan mimpi kita, kenapa pula ada takdir yang merusak kebersamaan
kita?”.
Setiap malam, aku bermimpi tentangmu,
selalu, dan selalu terjadi saat malam tanpamu. Didalam mimpi kamu berbicara
kepadaku, kamu berbicara agar aku tak terus menerus-menerus mempersalahkan
takdir atas apa yang telah terjadi terhadap kita. Aku sadar, mungkin takdir
jatuh menyakitkan, tapi mungkin ini yang terbaik, karna yang lain justru
mungkin lebih menyakitkan.
Kamu benar, karena takdir telah cukup
berbaik hati dengan mempertemukan kita. Dan berbaik hati karna telah memberi
kesempatan untuk mencintaimu, dan bahkan kesempatan kita untuk saling memiliki.
Dan… kini aku berhenti menyalahkan takdir, dan mulai menyesali apa yang telah
terjadi kini.
Sekarang, aku sudah beranjak dewasa.
Dan, sudah semestinya aku berpikir lebih rasional dan cerdas. Bukan hanya
terkukung dalam dunia dongeng yang semua orang itu tahu itu palsu. Sudah
saatnya aku menghapus jauh, membakar potret kebersamaan kita. Berupa abu, dan
harus hanyut dan pergi.
Jangan pernah menahanku untuk tetap
berdiri dibelakangku, aku ingin membuka hati untuk yang lain dan menutup erat
segalanya tentang mu. Sepanjang inikah semua ceritaku. Aku hanya ingin
bercerita, mengisahkan kasih kita. Pentingkah bagimu? Mungkin juga tidak
pentingkah bagiku? Tidak juga. Aku hanya ingin meluapkan semua yang pernah
kualami. Dan hanya memberitahu.
Aku akan melupakanmu, anggap saja
begitu. Aku tidak akan lagi memikirkanmu, tapi aku bingung bagaimana cara
melupakanmu. Semakin kucoba, semua bayangmu semakin jelas terlihat.
Memikirkanmu itu sulit, apalagi memikirkan untuk tidak memikirkanmu itu lebih
jauh sulit. Aku tak pernah lupa rasanya mencintai mu, dan tentu saja tak lupa
bagaimana sudut pahit itu ada darimu. Hatiku perih harus melakukan ini. Aku
tidak merindukanmu, aku hanya rindu merindukanmu, dan dirindukan olehmu.
Kini, kita tak lagi bersama, aku tidak
merindukanmu. Tapi, merindukan kita.
Terima kasih telah mendatangkan cinta,
dan luka.
Semua itulah awal untuk mendewasakanku,
biar saja hanya aku yang merasakan. bahagialah dengan seseorang yang baru
untukmu. Terima kasih telah penuh keajaiban, bagiku. Dan akan berdosa jika aku
terus-terus mernidukanmu. Aku ingin berjalan, terus berjalan, bahkan berlari
menembus dimensi cinta yang lain. Terimakasih untuk pelangi, dan mawar
merahnya. Akan kusimpan selagi aku mampu. Terima kasih untuk mantan, seseorang
yang pernah menjadi kisah untukku. Ini bukan tentang berlebihan. Tapi tentang
rasa.
Sampai jumpa…
Suatu saat…
Segala yang
kutulis tidak mesti tentang aku, dan segala yang kamu baca tidak mesti untukmu~