Senin, 13 Januari 2014

Terimakasih luka


(ditulis 26November2013)

“Mau dikatakan apalagi, kita tak akan pernah satu, engkau disana aku disini, meski hatiku memilihmu” Raisa - Mantan Terindah

Itulah sepotong lirik yang dapat menggambarkan apa yang aku rasakan, dan aku pikirkan saat ini.
Mantan. Seseorang yang pernah menyentuh dasar hatiku, seseorang yang pernah mewarnai kelabu kehidupan ku yang menyedihkan. Maka ijinkan aku menceritakan tentangmu, dan kita.
Hari itu adalah hari pertama kali aku melihatmu, bersama teman perempuan mu, kamu mendatangi aku dikelas. Itulah pertama kali ku aku berkenalan langsung dengan seorang lelaki. Kamu duduk dibangku belakang kelasku, jantungku mulai berdetak kencang dan berpacu seperti sedang dalam pacuan kuda. Aku mulai membenci jantungku ini yang sangat benar-benar berdetak keras. Apalagi, jemari ku yang basah oleh keringat seperti air yang terus terjun dari tanganku. Bahkan jika ada kaca disitu, pasti aku bisa melihat pipi ku merah merona seperti tomat yang sedang matang. Aku benar malu saat berbincang denganmu, jangankan menatap mata mu, mungkin focus pada apa yang kita bicarakan pun aku tidak. Menanyakan sesuatu yang sepertinya tak penting. Aku terlalu takut tingkah ku salah. Memakai seragam batik biru di hari sabtu itulah hari pertama kamu mendatangiku. Aku masih ingat.
Detik berlalu berjutaan, menit berlalu beribuan, dan jam berlalu ratusan. Semua terjadi, 17 Agustus adalah hari indahku, bersama kemerdekaan Indonesia, akupun telah merdeka karna cinta, karna dirimu. Dengan memberi sekuntum mawar merah cantik, cintaku telah termiliki olehmu. Hitam dan putih? Sudah hilang, kini lah saat nya pelangilah akan mewarnai kisah cinta ini. Mungkin lah hari itu hari yang tak pernah terlupakan, lagi-lagi ini adalah hari sabtu. Aku menyukai sabtu. Aku masih ingat.
Disinilah perjalanan dimulai…
Inilah dunia ku yang baru, cinta yang baru, kehidupan kebahagiaan yang baru. Dia telah membuat segalanya menjadi lebih baik, menjadikan semua yang aku lakukan adalah menyenangkan sekali. Bagaikan menembus dimensi yang sulit dilalui. Itulah gila nya cinta. Hati yang sempat remuk, semua telah kembali utuh. Kaulah yang mengembalikan semua kisah cinta yang menyakitkan dan menghabis kan air mata.
Inilah, aku percayakan cinta padamu. Percayakan juga kasih sayang padamu. Semua perasaan telah ku pasrah kan padamu. Tapi, mungkin ini adalah sesuatu yang menyakitkan. Entah kenapa disaat-saat aku mulai percayakan segalanya padamu, semua berubah kelabu dan menyedihkan.
Lagi-lagi, karna cinta. Kabar itu membuat segalanya hancur. Mendengarkan kan cerita dari teman, kamu mulai mendua dibelakang ku. Kamu mulai mengkhinati semua ikrar. Aku membenci Rabu, hari itulah terasa menyakitkan sekali. Pulang sekolah kamu mendatangi kelas, tanpa aku berpikir jauh aku menyudahilah hubungan ini. Kesempatan pun sepertinya tidak ada untukmu di Rabu itu. Itulah terakhir nya aku menatap mata mu. aku ingat rasa nya dihari itu seperti apa. Layaknya gelas yang pecah dan berkeping-keping berserakan dimana-mana. Pelangi yang warna-warni lenyap lah dirabu itu. Rasanya seperti ditampar, menyakitkan dan perih. Aku pun pura-pura tegar didepan semua orang disekitarku, aku malu jika aku harus menunujukan kesedihnaku dihadapan orang lain.
Setelah semua larut dalam kesedihan yang mendalam, kamu hadir lagi, kamu mulai medekati ku sedia kala seperti saat berkenalan. Dengan penuh pertimbangan dan dilema dengan hebatnya. Akhirnya kita kembali. Ya, kita. Kita kembali, setelah melalui cek cok dan segalanya. Aku kembali. Kamu kembali. Aku sebenarnya masih takut tersakiti. Tapi mau bagaimana lagi? Akupun masih punya ribuan partikel cinta  untukmu.
Sudah tau, aku tesakiti olehnya, sudah tau aku dikecewakan olehnya, kenapa aku mau menerima nya untuk kembali lagi? Itulah pertanyaan yang membuat ku juga bingung menjawabnya, aku pusing dengan mencari jawaban itu. Sadarkah? Bahwa cinta adalah kanvas bagi seorang pelukis, panggung bagi seorang penari., benang bagi seorang penjahit, dan ladang bagi seorang petani. Maka penuhilah kanvas dengan goresan-goresan kuas hingga mewujud sebuah lukisan indah dan jangan sampai ada ruang kosong yang tersisa.kuasailah panggungmu lewat tubumu hingga penontong berdecak akan kagum dengan tarianmu. Tenunlah benang perbedaan hingga tercipta sebuah pakaian yang bisa melindungi cinta dari teriknya matahari. Dan, peliharalah ladangmu melalui dialog-dialog sehat sebab cinta perlu ditanam, dan dirawat agar tumbuh.
Inilah yang kusebut cinta. Aku tidak bisa memungkiri kehadirannya. Layaknya aku, aku memilih kembali padamu agar aku bisa menjalani hari indahku lagi, menjalin kisah kasih disekolah yang penuh dengan cerita cinta. Menumbuhkan canda tawa yang tak henti-hentinya menghibur hatiku.
Lagi…
Ini terjadi, entah apa yang terjadi, aku tidak mengerti, apa yang salah padaku aku tidak mengerti. 10 November, aku masih sangat ingat. Ini lebih menyakitkan. Tanpa kejelasan yang sangat tidak jelas, tanpa sepakatan hati, kali ini kamu lah yang menyudahi hubungan ini. Setelah segalanya indah, kini kamu ingkari ikrar lagi, aku bisa apa lagi untukmu? Aku mencoba mempertahankan, tapi spertinya semua tak berarti. Apakah aku ini membosankan? Jika iya pasti ada yang lain? Ada hati lain yang mengisi mu? Remuklah hatiku. Benar pecah gelas ini. Tapi, bukanlah serpihan lagi, tapi entah mungkin tak berwujud lagi, mungkin sudah terbang entah kemana.
Hatiku kacau, aku tidak bisa apa-apa lagi selain merasakan sakit ini. Dengan begitu melihatmu bersama perempuan lain. Kurang sabar apalagi aku? Boleh aku bertanya? “Seperti inikah cinta memperlakukan aku?”. Air mata telah terkuras banyak, ini benar menyakiti ku. Melihat mawar yang sempat kau berikan padaku lalu, membuat aku membanjiri mataku sendiri. Rapuh cintaku, hancurlah, patah, pedih, dan pahit. Ini akhir yang menyakitkan. Selain bahagia, apakah hadirmu juga untuk mengukir luka untuk ku? Tapi kenapa lebih banyak luka daripada bahagia untukku? Kenapa pula kamu datang hanya untuk mencoba memecahkan gelasku? Siapa yang salah? Siapa yang salah? Tidak ada yang menjawab.
Kau tahu, kini pagiku tak sama. Tak ada lagi senyum teduh, tak ada lagi canda tawa yang bisa kita bingkai, dan tak ada lagi dialog yang bisa kita tulis pada lembaran buku diary ku. Aku pun telah memahami bahwa alur kehidupan berputar dan kamu harus pergi dan berganti bersama pagi dengan perempuan lain, bukan aku. Dan takdir? Ia hanya menjalan kan perintah Tuhan.
Mimpi telah menjatuhkan ku. Ya, benar aku telah menyalahkan takdir yang telah membuat kamu meninggalkan aku tersudut dalam ruangan gelap yang sesak dengan airmata. Aku bertanya “Kenapa takdir tak sepakat dengan mimpi kita, kenapa pula ada takdir yang merusak kebersamaan kita?”.
Setiap malam, aku bermimpi tentangmu, selalu, dan selalu terjadi saat malam tanpamu. Didalam mimpi kamu berbicara kepadaku, kamu berbicara agar aku tak terus menerus-menerus mempersalahkan takdir atas apa yang telah terjadi terhadap kita. Aku sadar, mungkin takdir jatuh menyakitkan, tapi mungkin ini yang terbaik, karna yang lain justru mungkin lebih menyakitkan.
Kamu benar, karena takdir telah cukup berbaik hati dengan mempertemukan kita. Dan berbaik hati karna telah memberi kesempatan untuk mencintaimu, dan bahkan kesempatan kita untuk saling memiliki. Dan… kini aku berhenti menyalahkan takdir, dan mulai menyesali apa yang telah terjadi kini.
Sekarang, aku sudah beranjak dewasa. Dan, sudah semestinya aku berpikir lebih rasional dan cerdas. Bukan hanya terkukung dalam dunia dongeng yang semua orang itu tahu itu palsu. Sudah saatnya aku menghapus jauh, membakar potret kebersamaan kita. Berupa abu, dan harus hanyut dan pergi.
Jangan pernah menahanku untuk tetap berdiri dibelakangku, aku ingin membuka hati untuk yang lain dan menutup erat segalanya tentang mu. Sepanjang inikah semua ceritaku. Aku hanya ingin bercerita, mengisahkan kasih kita. Pentingkah bagimu? Mungkin juga tidak pentingkah bagiku? Tidak juga. Aku hanya ingin meluapkan semua yang pernah kualami. Dan hanya memberitahu.
Aku akan melupakanmu, anggap saja begitu. Aku tidak akan lagi memikirkanmu, tapi aku bingung bagaimana cara melupakanmu. Semakin kucoba, semua bayangmu semakin jelas terlihat. Memikirkanmu itu sulit, apalagi memikirkan untuk tidak memikirkanmu itu lebih jauh sulit. Aku tak pernah lupa rasanya mencintai mu, dan tentu saja tak lupa bagaimana sudut pahit itu ada darimu. Hatiku perih harus melakukan ini. Aku tidak merindukanmu, aku hanya rindu merindukanmu, dan dirindukan olehmu.
Kini, kita tak lagi bersama, aku tidak merindukanmu. Tapi, merindukan kita.
Terima kasih telah mendatangkan cinta, dan luka.
Semua itulah awal untuk mendewasakanku, biar saja hanya aku yang merasakan. bahagialah dengan seseorang yang baru untukmu. Terima kasih telah penuh keajaiban, bagiku. Dan akan berdosa jika aku terus-terus mernidukanmu. Aku ingin berjalan, terus berjalan, bahkan berlari menembus dimensi cinta yang lain. Terimakasih untuk pelangi, dan mawar merahnya. Akan kusimpan selagi aku mampu. Terima kasih untuk mantan, seseorang yang pernah menjadi kisah untukku. Ini bukan tentang berlebihan. Tapi tentang rasa.
Sampai jumpa…
Suatu saat…


Segala yang kutulis tidak mesti tentang aku, dan segala yang kamu baca tidak mesti untukmu~




Call me, Ex.